Assalamualaikum.Wr.Wb.

Selamat Datang di Blog Saya........Terima Kasih Atas Kunjungan Anda........ Lion Jr.

Jumat, 18 Juli 2008

Semakin Kaya Semakin Kurang

Jumat, 18 Juli 2008
(dari: ”A Book of Wisdom”, Tasirun Sulaiman)

”Hartamu yang sesungguhnya adalah
yang engkau berikan di jalan kebenaran ”.
(Hadis Nabi)


Raja Termiskin

Suatu siang seorang guru sufi mendengar keriuhan dan kegaduhan melanda desanya. Teriakan manusia berserakan di udara, ingar bingar dicampur dengan ringkikan kuda, lenguhan sapi dan kerbau, embikan kambing dan lainnya, orang–orang desa sepertinya sedang dicekam rasa takut dan kalut yang sangat. Sang guru sufi yang sedang asyik berzikir di gubuknya pun terusik, hingga diapun berhenti dan ke luar ingin melihat apa yang sedang terjadi.

Dari kejauhan sang guru sufi dapat meihat beberapa tentara kerajaan sedang menjarah uang orang-orang desa. Mereka yang tidak punya uang harus merelakan binatang ternaknya digondol. Mereka yang menentang ditendang atau dihajar. Oleh karena itulah kemudian orang-orang desa berlarian menyeret-nyeret hewan ternaknya agar bisa diselamatkan.

Sang guru sufi kembali masuk ke dalam gubuknya dan melanjutkan zikirnya. Siangnya orang-orang desa mengerumuni gubuk sang guru sufi. Mereka mengeluhkan kekejaman yang dilakukan sang raja.
Entah bagaimana, dua hari kemudian sang guru dijemput seseorang utusan dari raja zalim itu agar datang ke istana. Kabarnya, sang raja zalim itu ingin bertemu dengannya. Kemasyuharan sang guru sufi dalam hal kearifan dan kesalehan membuat sang raja ingin bertemu dengannya. Sesampai di istana, sang guru sufi diantar pengawal menemui raja.

Sang raja sangat senang dengan kedatangan sang guru sufi. Sang raja pun menyilakan duduk dengan senyum lebar. Gigi sang raja terlihat di bawah rerimbunan kumis yang lebat. Setelah berbicara banyak, sang raja pun merasa senang dan puas dengan kearifan sang guru sufi. Lalu sang raja menyuruh pembantunya mengambil satu kantong uang untuk diberikan pada sang guru sufi.

Tapi, apa yang terjadi? Sang guru sufi yang penampilan luarnya sangat sederhana, sebagai seorang darwis, pengemis, tiba-tiba menolak uluran tangan dari sang raja.
Raja sangat heran ketika sang guru sufi berkata ”Saya kira baginda lebih layak menerima pemberian ini”
”Kenapa begitu?” sergah sang raja dengan mata terbelalak keheranan.
”Karena sang rajalah yang termiskin di negeri ini!” jawab sang guru sufi.
Raja hanya bisa termenung. Sang guru sufi pun kemudian bergegas meninggalkan istana.


Dunia itu Hanya Secuil

Pernahkah kita menolak pemberian orang lain, apalagi dalam bentuk uang tunai, cash? Jawabannya, tidak pernah. Bahkan orang-orang yang uangnya sudah berlimpah pun masih berharap diberi uang. Buktinya soal hadiah yang ujung-ujungnya penipuan itu juga berpangkal keinginan mendapatkan pemberian.

Dalam ungkapan kearifannya masyarakat Barat dikatakan, ”Golden key open every door”. Maksudnya, kalau kita datang dan membawa hadiah atau oleh-oleh, orang akan menerima kita dengan senang hati. Tidak ada istilah penolakan atau ungkapan kebohongan seperti yang pernah diceritakan teman saya.

Teman saya yang kebetulan adalah ketua ikatan remaja masjid, katanya benar-benar kecewa ketika dia mendatangi seorang mubalig untuk sebuah perayaan di masjidnya. Ketika dia datanga ke rumah mubalig itu, katanya sang mubalig sedang tidak ada di rumah, padahal kata panitia sang mubalig ada, kenapa?.

Wallahua’lamu bishawwab, tapi saya percaya dengan ungkapan teman saya itu, katanya karena mungkin bayaran yang diterima tahun lalu tidak sesuai ”tarif” yang diinginkan sang mubalig. Cerita seperti itu bukan hanya saya dengar dari teman saya saja, ternyata di surat kabar juga dalam rubrik surat pembaca saya pernah membacanya.
Jadi ungkapan kearifan masyarakat Barat itu sesungguhnya berlaku juga untuk mubalig tadi. Ia tidak bekerja secara efektif, bahkan boleh dibilang tidak berpengaruh terhadap kewaraan-keinginan terus menjaga kesucian-sang guru sufi.

Kenapa sang guru sufi yang darwis dengan kehidupan sangat sederhana, bahkan meminjam istilah developer (pengembang) triple s, sangat-sangat sederhana, ternyata menolak pemberian itu? Jawabannya, tidak lain adalah kesucian hati dan jiwa. Dia tidak ingin zikir yang dilakukannya siang malam hanya untuk mendekatkan dirinya kepada Allah, Swt, sirna begitu saja karena harta yang tidak halal itu.

Guru sufi sudah merasakan kecukupan dengan bisa hidup tenteram dan damai dalam rengkuhan cinta ilahi. Hati dan jiwanya begitu terang dalam dekapan cahaya cinta Ilahi. Sehingga dia tidak menginginkan yang lainnya. Maqam (tingkatan) paling tinggi, dimana hubungan seorang hamba begitu dekat antara dirinya dan Allah, Swt. Inilah bentuk dari segala kebahagiaan yang didambakannya.

Sekaya apa pun dan seberapa banyak harta yang dimiliki seseorang, apalagi diperoleh dengan cara-cara yang tidak dibenarkan agama, seperti: memeras, merampok, korupasi, suap dll, adalah bentuk kemiskinan yang sesungguhnya. Semakin bertambah hartanya, rasa kurangnya juga bertambah.

Kenapa sang guru sufi mengatakan kalau rajalah yang layak atas uang itu?. Sang guru sufi melihat keserakahan merasuki sang raja akan kekayaan duniawi. Padahal menurut pandangan dan keyakinan sufi kekayaan duniawi itu hanya secuil.
Lalu yang secuil saja diambil dengan cara –cara yang kotor seperti menjarah dan memeras. Lalu berapa nilainya kalau begitu?. Tidak ada.

Tentang lemewahan, kemegahan dan kenikmatan dunia, Rasulullah Saw pernah bersabda dengan menyatakan bahw aperumpamaannya adalah mirip air yang tersisa di jari telunjuk setelah dicelupkan ke dalam lautan.

Jadi, kehidupan dunia itu sesungguhnya tidak ada apa-apanya.

0 komentar: